Studi Kitab-Kitab Hadis Primer
Dr H Hasbullah Ahmad, MA
(Materi Pembuka MK Studi Kitab Kitab Hadis Primer)
Pertama kutub al-ahadits al-mu’tamadah (kitab-kitab hadits induk/primer)
Kedua, kutub al-ahadits al-ghair mu’tamadah (kitab-kitab hadits sekunder).
1. Kutub al-Ahadits al-Mu’tamadah (Kitab-kitab hadits induk/primer)
Kutub al-Ahadits al-Mu'tamadah (Kitab-kitab hadits induk/primer) Yaitu kitab-kitab hadits yang ditulis oleh para Imam-Imam hadits yang memiliki riwayat secara langsung dari Rasulullah SAW, melalui jalur sanadnya sendiri, secara keseluruhan dari awal hingga akhir. Seperti kitab Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa'i, sunan ibnu Majah, Musnad Imam Ahmad bin Hambal dsb. Kitab-kitab seperti inilah yang harus dikenali oleh generasi-generasi umat Islam saat ini, karena kapasitas kitab-kitab tersebut sebagai rujukan utama daiam sunnah Nabawiyah. Dan tidak mungkin bagi seseorang yang mengkaji hadits, meninggalkan kitab-kitab tersebut.
2. Kutub al-Ahadits al-Ghair Mu’tamadah (Kitab-kitab hadits sekunder)
Yaitu kitab-kitab hadits, yang ditulis oleh para Imam-imam hadits namun tidak dengan jalur sanadnya sendiri. Melainkan berupa gabungan hadits-hadits melalui jalur sanad yang lain, yang diambil dari kitab-kitab hadits induk. Kitab-kitabnya seperti kitab Riyadhus Shalihin, Bulughul Maram, Nailul Authar, dsb.
Mengenali Kitab-kitab Hadits Primer/Induk
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa kitab-kitab hadits induk, sangat penting terutama dalam mengkaji dan menganalisa mengenai sunnah. Karena tidak mungkin bagi seseorang yang mengkaji sunnah, meninggalkan kitab-kitab tersebut. Di antara kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Kitab Shahih Bukhari
Sejarah singkat penulis kitab shahih Bukhari
1. Nama Lengkap lmam Bukhari .
Imam Bukhari, itulah penulis kitab shahih Bukhari, Beliau bernama lengkap Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah. Kakek beliau yaitu Bardizbah, mulanya beragama Majusi, kemudian masuk Islam dengan perantaraan al- Ju'fi. Oleh karena itulah beliau juga memiiiki nisbah al-Ju'fi. Beliau memiliki panggilan Abu Abdullah. Selain al-Ju’fi beliau juga memiiiki nisbah pada daerah kelahirannya, yaitu Bukhara. Sehingga beliau dikenal dengan sebutan Imam Bukhari.
1. Kutub al-Ahadits al-Mu’tamadah (Kitab-kitab hadits induk/primer)
Kutub al-Ahadits al-Mu'tamadah (Kitab-kitab hadits induk/primer) Yaitu kitab-kitab hadits yang ditulis oleh para Imam-Imam hadits yang memiliki riwayat secara langsung dari Rasulullah SAW, melalui jalur sanadnya sendiri, secara keseluruhan dari awal hingga akhir. Seperti kitab Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa'i, sunan ibnu Majah, Musnad Imam Ahmad bin Hambal dsb. Kitab-kitab seperti inilah yang harus dikenali oleh generasi-generasi umat Islam saat ini, karena kapasitas kitab-kitab tersebut sebagai rujukan utama daiam sunnah Nabawiyah. Dan tidak mungkin bagi seseorang yang mengkaji hadits, meninggalkan kitab-kitab tersebut.
2. Kutub al-Ahadits al-Ghair Mu’tamadah (Kitab-kitab hadits sekunder)
Yaitu kitab-kitab hadits, yang ditulis oleh para Imam-imam hadits namun tidak dengan jalur sanadnya sendiri. Melainkan berupa gabungan hadits-hadits melalui jalur sanad yang lain, yang diambil dari kitab-kitab hadits induk. Kitab-kitabnya seperti kitab Riyadhus Shalihin, Bulughul Maram, Nailul Authar, dsb.
Mengenali Kitab-kitab Hadits Primer/Induk
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa kitab-kitab hadits induk, sangat penting terutama dalam mengkaji dan menganalisa mengenai sunnah. Karena tidak mungkin bagi seseorang yang mengkaji sunnah, meninggalkan kitab-kitab tersebut. Di antara kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Kitab Shahih Bukhari
Sejarah singkat penulis kitab shahih Bukhari
1. Nama Lengkap lmam Bukhari .
Imam Bukhari, itulah penulis kitab shahih Bukhari, Beliau bernama lengkap Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah. Kakek beliau yaitu Bardizbah, mulanya beragama Majusi, kemudian masuk Islam dengan perantaraan al- Ju'fi. Oleh karena itulah beliau juga memiiiki nisbah al-Ju'fi. Beliau memiliki panggilan Abu Abdullah. Selain al-Ju’fi beliau juga memiiiki nisbah pada daerah kelahirannya, yaitu Bukhara. Sehingga beliau dikenal dengan sebutan Imam Bukhari.
2. Kelahiran dan Perkembangan Imam Bukhari
Imam Bukhari lahir pada Hari jum'at 13 syawal 194 H, di Bukhara, Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih kanak-kanak, sehingga beliau di rawat oleh ibunya seorang. Pada waktu kecilnya, beliau pernah tertimpa kebutaan, yang membuat ibunya sangat sedih. Setiap hari ibunya bermunajat dan berdoa kepada Allah agar mengembalikan matanya menjadi dapat melihat kembali. Maka pada suatu malam, ia bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim as yang mengatakan padanya, 'Wahai ibu, sesungguhnya Allah SWT telah mengembalikan penglihatan anakmu, berkat banyaknya doa yang engkau pohonkan kepada Allah. Maka pada subuh harinya, ia melihat Bukhari sudah dapat melihat kembali sebagaimana sediakala. Ia sangat senang dan bersyukur kepada Allah SWT. Ini merupakan karamah Allah yang diberikan kepada Imam Bukhari ketika masih kecil. Kemudian Imam Bukhari pergi haji bersarna ibunya, meskipun beliau masih kecil, bersama dengan kakaknya Ahmad. Beliau menetap di sana, untuk menuntut ilmu. Allah memberikan keistimewaan kepada beliau berupa otak yang cemerlang dan hati yang terjaga, sehingga beliau dapat dengan mudah untuk dapat mengambil ilmu dari para guru-gurunya. Pada usianya yang ke 16 tahun, beliau telah mendatangi hampir seiuruh ulama yang ada di tempatnya, dan beliau telah menghafal kitabnya Ibnu Mubarak, Waki’, memahami pemikiran ahlu ra’yi, dsb.
3. Pengembaraan Imam Bukhari Dalam Menuntut Ilmu dan Mencari Hadits
Beliau merupakan teladan yang baik dalam pengembaraan mencari ilmu dan hadits. Diriwayatkan, bahwa beliau mengatakan, 'Aku mengunjungi syam, Mesir, Hijaz, ke Jazirah dua kati, kemudian ke Bashrah empat kali, lalu aku tinggal di Hijaz enam tahun. Aku sendiri tidak dapat menghitung berapa kali aku masuk ke Kufah dan Baghdad bersama para ahli hadits.'
Ketika ke Baghdad (pada waktu itu sebagai ibu kota kekhilafahan), beliau sering bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal, yang senantiasa memotivasinya untuk tinggal di Baghdad, serta menasehatinya agar tidak tinggal di Khurasan. Bersamaan dengan pengembaraannya tersebut, beliau senantiasa menulis dan mengumpulkan hadits.
4. Kekuatan Hafalan Imam Bukhari
Imam Bukhari merupakan seorang Imam yang memiliki ketajaman dan kecemerlangan otak yang sangat luar biasa. Cukuplah sebagai bukti kecemerlangan otaknya, ketika beliau pergi ke Baghdad. Pada waktu itu, seluruh ulama Baghdad berkumpul untuk 'mengujl' kemampuan beliau. Mereka mengumpulkan seratus hadits, yang antara sanad dan matannya ditukar satu dengan yang lainnya, yang kemudian seratus hadits tadi dibagi pada sepuluh orang penguji. Sehingga setiap ulama memegang sepuluh hadits yang telah diputar balik antara sanad dan matannya. Ketika Imam Bukhari datang, masing-masing dari sepuluh orang ini bertanya kepada Imam Bukhari mengenai hadlts-hadits tadi. Dan setiap kali dlsebut sebuah hadits, Imam bukhari mengatakan. ‘aku tidak mengetahui hadits tersebut.' Demikianlah hingga mencapai seratus hadits, dan Imam Bukhari hanya mengatakan aku tidak tahu. Hingga banyak orang-orang yang tidak faham menyangka bahwa Imam Bukhari tidak tahu apa-apa. Namun setelah seluruhnya selesai, beliau berkata pada orang pertama yang menanyai beliau sepuluh hadits tadi dan mengatakannya, bahwa hadits anda yang anda katakan dari fulan bin fulan... adalah salah. Namun yang benar adalah dari fulan bin fulan, Rasulullah SAW mengatakan demikian. Imam Bukhari satu persatu menjawabnya hingga tuntas sampai seratus hadits tadi. Mengenai 'ujian' ini, banyak diantara hadirin yang berkornentar, 'bahwa yang membuat heran itu bukannya beliau hafal seratus hadits shahih dengan matan yang benar, namun yang menakjubkan adalah beliau juga hafal seratus hadits yang diputarbalikkan oleh para ulama penguji beliau itu, lalu kemudian beliau benarkan satu persatu’. Mengenai kekuatan dan kecemerlangan hafalan beliau, Imam Ibnu Hajar mengatakan;
Sekiranya engkau membuka lembaran pujian ulama yang hidup setelah masa beliau terhadapnya, sungguh akan habislah kertas dan sirnalah nafas, karena beliau seperti lautan yang tidak bertepi
5. Wafatnya Imam Bukhari
Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H, di daerah Samarkindi. Beliau di makamkan pada Idul Fitri ba'da Dzuhur.
6. Karya-karya beliau
Imam Bukhari memiliki banyak karya peninggalan yang sangat berarti dalam khazanah keilmuan keislaman, terutama datam bidang sunnah, Diantara karya-karya be;iau adalah:
a. Al-jami' al-Shahih (Shahih Bukhari)
b. Al-Adabal-Mufrad.
c. Al-Tarikh al-Shaghir.
d. Al-Tarihkh al-Ausath.
e. Al-Tarikh al-Kabir.
f. Al-Tafsir al-Kabir.
g. Al-Musnad al-Kabir.
h. Kitabul Hal.
i. Rof’ul Yadain fis Shalat
j. Birul Walidain.
k. Kitabul Asyribah
l. Al-Qira'ah Khalful Imam.
m. Kitabud Dhu'afa'.
n. Usama Shahabah.
o. Kitabul Kuna.
Kitab Shahih Bukhari
Para Imam-imam hadits sebelum Imam Bukhari, belum ada yang menuliskan hadits secara khusus pada hadits-hadits shahih saja, namun masih berupa campuran antara hadits shahih, hasan dan dhaif. Oleh karena itulah, Imam Bukhari berinisiatif untuk menuliskan hadits-hadits yang shahih dan tidak memasukkan hadits-hadits dhaif. Dan muncullah sebuah kitab yaitu Al-Jami' al-Shahih, yang secara lengkap memiliki nama:
Oleh karena itulah, Imam Bukhari disebut sebagai Imam hadits pertama yang secara khusus menulis sebuah kitab hadits-hadits shahih,
1. Faktor Yang Memotivasi Beliau Menulis Kitab Shahih
Faktor yang memotivasi beliau menulis kitab Shahih adalah mimpi beliau pada suatu malam dimana dalam mimpi tersebut beliau bertemu dengan Rasulullah SAW, seolah-olah beliau berdiri dihadapan beliau, dan ditangan beliau terdapat kipas yang beliau kipaskan ke Rasulullah SAW . Akhirnya beliau bertanya pada ahli tafsir mimpi, dan mereka mengatakan, bahwa engkau mengipaskan (rnenghilangkan) dusta-dusta dari hadits Rasulullah SAW. Hal inilah yang memotivasi beliau untuk menuliskan kitab Shahih.
Di tambah lagi dengan syekh beliau yaitu Ishaq bin Rohawaeh mengusulkan padanya, agar beliau menulis kitab shahih; “ Sekiranya engkau menuliskan sebuah kitab shahih yang ringkas tentang sunah-sunah Rasulullah SAW”. Lalu beliau mengatakan, ungkapan ini membekas dalam hati, lalu aku mulailah menulis kitab shahih Bukhari.
2. Metodologi Imam Bukhari Dalam Menulis Kitab Shahih
Imam Bukhari sangat hati-hati dalam memasukkan hadits-hadits ke kitab Shahihnya. Setidaknya terdapat dua faktor kehati-hatian yang beliau lakukan:
Pertama dari segi keilmiahannya. Dimana beliau sangat menyeleksi hadits-hadits dengan melakukan perbandingan dengan riwayat lain, menganalisanya secara mendatam dan seterusnya. Hingga untuk menyelesaikan kitab ini beliau membutuhkan waktu 16 tahun.
Kedua dari segi ruhiyah, :di mana beliau sendiri mengatakan, “aku tulis kitab shahih ini di Masjidil Haram, dan aku tidak memasukkan satu haditspun kecuali aku melakukan istikharah terlebih dahulu kepada Allah, aku shalat terlebih dahulu dua rakaat, dan aku bertabayun dahulu mengenai keshahihannya”. Bahkan dalam riwayat lain beliau mengatakan, “Tidaklah aku menulis satu hadits dalam kitab shahih ini, melainkan sebelumnya aku mandi terlebih dahulu dan aku shalat dua rakaat”.
3. Syarat Beliau Dalam Mengkategorikan Keshahihan Sebuah Hadits
Imam Bukhari dikenal sebagai Imam yang sangat hati-hati dalam ‘menshahihkan' sebuah hadits. Karena persyaratan yang beliau syaratkan terhadap hadits shahih itu merupakan syarat tertinggi diantara Imam-Imam hadits lainnya. Selain kelima syarat hadits shahih, yaitu sanadnya bersambung, perawinya harus adil dan dhabit, dan hadits tersebut tidak boleh merupakan hadits yang syadz atau yang mu'al, Imam Bukhari juga memiliki syarat lain yaitu bahwa untuk menetapkan ittisal sanad (sanad haditsnya harus bersambung), bagi beliau tidak cukup bahwa kedua perawi itu sekedar sernasa. Namun harus ada bukti bahwa mereka berdua pernah bertemu, walaupun hanya sekali. Syarat seperti ini, sama dengan syarat syekh beliau yatiu Ali bin al-Madini.
4. Metodologi Penyusunan Kitab Shahih Bukhari.
Imam Bukhari menyusun kitabnya itu berdasarkan bab Fiqh. Pertama-tama beliau membagl dalam beberapa kitab, dan; di bawah kitab ini beliau meletakkan bab-bab yang berkaitan dengan kitab tersebut, Jumlah kitab dalam shahihnya ini ada 97 kitab, dan 3450 bab. Hadits-hadits Mu'allaq Dalam Shahih Bukhari. Yang dimaksud dengan hadits mu'allaq adalah hadits yang pada awal sanadnya terdapat perawi yang dihilangkan satu atau lebih. Seperti umpamanya ungkapan Imam Bukhari: Malik berkata dari Nafi' dan ibnu Umar. Atau beliau mengatakan, Mujahid berkata dari Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW. Kedua contoh di atas merupakan mu'allaq, karena antara Imam Bukhari dengan Imam Malik dan Mujahid terdapat beberapa perawi yang tidak disebut, dan ini disebut hadits muallaq Bukhari dalam Shahihnya.
Hadits-hadits Muallaq ini, ada yang shahih dan ada yang tidak shahih. Namun yang paling penting di fahami adalah, bahwa hadits-hadits muallaq yang beliau masukkan dalam shahihnya ini bukanlah merupakan ‘ushul’ kitabnya. Namun hadits-hadits tersebut hanya sebagai penguat terhadap makna atau ungkapan atau juga untuk mentarjih suatu pendapat, atau bisa juga untuk lainnya. Oleh karena itulah, tidak penting untuk membahas masalah ini secara terperinci.
6. Jumlah Hadits Dalam Kitab Shahih Bukhari
Adalah Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani, seorang ulama yang mensyarahkan kitab Shahih Bukhari menghitung jurnlah hadits dalam shahih Bukhari secara terperinci. Beliau mengemukakan bahwa
a. Jumlah hadits dalam shahihnya tanpa ulangan sebanyak 2602 hadits,
b. Matan-matan hadits muallaq yang tidak beliau sambung dalam tempat lain sebanyak 159 hadits,
c. Jumlah seluruh hadits dengan pengulangan 7397 hadits.
d. Jumlah hadits-hadits mutaba'ah 344 hadits.
e. Jumlah hadits keseiuruhan dalam kitab shahih Bukhari sebanyak 9082 hadits.
Imam Bukhari lahir pada Hari jum'at 13 syawal 194 H, di Bukhara, Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih kanak-kanak, sehingga beliau di rawat oleh ibunya seorang. Pada waktu kecilnya, beliau pernah tertimpa kebutaan, yang membuat ibunya sangat sedih. Setiap hari ibunya bermunajat dan berdoa kepada Allah agar mengembalikan matanya menjadi dapat melihat kembali. Maka pada suatu malam, ia bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim as yang mengatakan padanya, 'Wahai ibu, sesungguhnya Allah SWT telah mengembalikan penglihatan anakmu, berkat banyaknya doa yang engkau pohonkan kepada Allah. Maka pada subuh harinya, ia melihat Bukhari sudah dapat melihat kembali sebagaimana sediakala. Ia sangat senang dan bersyukur kepada Allah SWT. Ini merupakan karamah Allah yang diberikan kepada Imam Bukhari ketika masih kecil. Kemudian Imam Bukhari pergi haji bersarna ibunya, meskipun beliau masih kecil, bersama dengan kakaknya Ahmad. Beliau menetap di sana, untuk menuntut ilmu. Allah memberikan keistimewaan kepada beliau berupa otak yang cemerlang dan hati yang terjaga, sehingga beliau dapat dengan mudah untuk dapat mengambil ilmu dari para guru-gurunya. Pada usianya yang ke 16 tahun, beliau telah mendatangi hampir seiuruh ulama yang ada di tempatnya, dan beliau telah menghafal kitabnya Ibnu Mubarak, Waki’, memahami pemikiran ahlu ra’yi, dsb.
3. Pengembaraan Imam Bukhari Dalam Menuntut Ilmu dan Mencari Hadits
Beliau merupakan teladan yang baik dalam pengembaraan mencari ilmu dan hadits. Diriwayatkan, bahwa beliau mengatakan, 'Aku mengunjungi syam, Mesir, Hijaz, ke Jazirah dua kati, kemudian ke Bashrah empat kali, lalu aku tinggal di Hijaz enam tahun. Aku sendiri tidak dapat menghitung berapa kali aku masuk ke Kufah dan Baghdad bersama para ahli hadits.'
Ketika ke Baghdad (pada waktu itu sebagai ibu kota kekhilafahan), beliau sering bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal, yang senantiasa memotivasinya untuk tinggal di Baghdad, serta menasehatinya agar tidak tinggal di Khurasan. Bersamaan dengan pengembaraannya tersebut, beliau senantiasa menulis dan mengumpulkan hadits.
4. Kekuatan Hafalan Imam Bukhari
Imam Bukhari merupakan seorang Imam yang memiliki ketajaman dan kecemerlangan otak yang sangat luar biasa. Cukuplah sebagai bukti kecemerlangan otaknya, ketika beliau pergi ke Baghdad. Pada waktu itu, seluruh ulama Baghdad berkumpul untuk 'mengujl' kemampuan beliau. Mereka mengumpulkan seratus hadits, yang antara sanad dan matannya ditukar satu dengan yang lainnya, yang kemudian seratus hadits tadi dibagi pada sepuluh orang penguji. Sehingga setiap ulama memegang sepuluh hadits yang telah diputar balik antara sanad dan matannya. Ketika Imam Bukhari datang, masing-masing dari sepuluh orang ini bertanya kepada Imam Bukhari mengenai hadlts-hadits tadi. Dan setiap kali dlsebut sebuah hadits, Imam bukhari mengatakan. ‘aku tidak mengetahui hadits tersebut.' Demikianlah hingga mencapai seratus hadits, dan Imam Bukhari hanya mengatakan aku tidak tahu. Hingga banyak orang-orang yang tidak faham menyangka bahwa Imam Bukhari tidak tahu apa-apa. Namun setelah seluruhnya selesai, beliau berkata pada orang pertama yang menanyai beliau sepuluh hadits tadi dan mengatakannya, bahwa hadits anda yang anda katakan dari fulan bin fulan... adalah salah. Namun yang benar adalah dari fulan bin fulan, Rasulullah SAW mengatakan demikian. Imam Bukhari satu persatu menjawabnya hingga tuntas sampai seratus hadits tadi. Mengenai 'ujian' ini, banyak diantara hadirin yang berkornentar, 'bahwa yang membuat heran itu bukannya beliau hafal seratus hadits shahih dengan matan yang benar, namun yang menakjubkan adalah beliau juga hafal seratus hadits yang diputarbalikkan oleh para ulama penguji beliau itu, lalu kemudian beliau benarkan satu persatu’. Mengenai kekuatan dan kecemerlangan hafalan beliau, Imam Ibnu Hajar mengatakan;
Sekiranya engkau membuka lembaran pujian ulama yang hidup setelah masa beliau terhadapnya, sungguh akan habislah kertas dan sirnalah nafas, karena beliau seperti lautan yang tidak bertepi
5. Wafatnya Imam Bukhari
Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H, di daerah Samarkindi. Beliau di makamkan pada Idul Fitri ba'da Dzuhur.
6. Karya-karya beliau
Imam Bukhari memiliki banyak karya peninggalan yang sangat berarti dalam khazanah keilmuan keislaman, terutama datam bidang sunnah, Diantara karya-karya be;iau adalah:
a. Al-jami' al-Shahih (Shahih Bukhari)
b. Al-Adabal-Mufrad.
c. Al-Tarikh al-Shaghir.
d. Al-Tarihkh al-Ausath.
e. Al-Tarikh al-Kabir.
f. Al-Tafsir al-Kabir.
g. Al-Musnad al-Kabir.
h. Kitabul Hal.
i. Rof’ul Yadain fis Shalat
j. Birul Walidain.
k. Kitabul Asyribah
l. Al-Qira'ah Khalful Imam.
m. Kitabud Dhu'afa'.
n. Usama Shahabah.
o. Kitabul Kuna.
Kitab Shahih Bukhari
Para Imam-imam hadits sebelum Imam Bukhari, belum ada yang menuliskan hadits secara khusus pada hadits-hadits shahih saja, namun masih berupa campuran antara hadits shahih, hasan dan dhaif. Oleh karena itulah, Imam Bukhari berinisiatif untuk menuliskan hadits-hadits yang shahih dan tidak memasukkan hadits-hadits dhaif. Dan muncullah sebuah kitab yaitu Al-Jami' al-Shahih, yang secara lengkap memiliki nama:
Oleh karena itulah, Imam Bukhari disebut sebagai Imam hadits pertama yang secara khusus menulis sebuah kitab hadits-hadits shahih,
1. Faktor Yang Memotivasi Beliau Menulis Kitab Shahih
Faktor yang memotivasi beliau menulis kitab Shahih adalah mimpi beliau pada suatu malam dimana dalam mimpi tersebut beliau bertemu dengan Rasulullah SAW, seolah-olah beliau berdiri dihadapan beliau, dan ditangan beliau terdapat kipas yang beliau kipaskan ke Rasulullah SAW . Akhirnya beliau bertanya pada ahli tafsir mimpi, dan mereka mengatakan, bahwa engkau mengipaskan (rnenghilangkan) dusta-dusta dari hadits Rasulullah SAW. Hal inilah yang memotivasi beliau untuk menuliskan kitab Shahih.
Di tambah lagi dengan syekh beliau yaitu Ishaq bin Rohawaeh mengusulkan padanya, agar beliau menulis kitab shahih; “ Sekiranya engkau menuliskan sebuah kitab shahih yang ringkas tentang sunah-sunah Rasulullah SAW”. Lalu beliau mengatakan, ungkapan ini membekas dalam hati, lalu aku mulailah menulis kitab shahih Bukhari.
2. Metodologi Imam Bukhari Dalam Menulis Kitab Shahih
Imam Bukhari sangat hati-hati dalam memasukkan hadits-hadits ke kitab Shahihnya. Setidaknya terdapat dua faktor kehati-hatian yang beliau lakukan:
Pertama dari segi keilmiahannya. Dimana beliau sangat menyeleksi hadits-hadits dengan melakukan perbandingan dengan riwayat lain, menganalisanya secara mendatam dan seterusnya. Hingga untuk menyelesaikan kitab ini beliau membutuhkan waktu 16 tahun.
Kedua dari segi ruhiyah, :di mana beliau sendiri mengatakan, “aku tulis kitab shahih ini di Masjidil Haram, dan aku tidak memasukkan satu haditspun kecuali aku melakukan istikharah terlebih dahulu kepada Allah, aku shalat terlebih dahulu dua rakaat, dan aku bertabayun dahulu mengenai keshahihannya”. Bahkan dalam riwayat lain beliau mengatakan, “Tidaklah aku menulis satu hadits dalam kitab shahih ini, melainkan sebelumnya aku mandi terlebih dahulu dan aku shalat dua rakaat”.
3. Syarat Beliau Dalam Mengkategorikan Keshahihan Sebuah Hadits
Imam Bukhari dikenal sebagai Imam yang sangat hati-hati dalam ‘menshahihkan' sebuah hadits. Karena persyaratan yang beliau syaratkan terhadap hadits shahih itu merupakan syarat tertinggi diantara Imam-Imam hadits lainnya. Selain kelima syarat hadits shahih, yaitu sanadnya bersambung, perawinya harus adil dan dhabit, dan hadits tersebut tidak boleh merupakan hadits yang syadz atau yang mu'al, Imam Bukhari juga memiliki syarat lain yaitu bahwa untuk menetapkan ittisal sanad (sanad haditsnya harus bersambung), bagi beliau tidak cukup bahwa kedua perawi itu sekedar sernasa. Namun harus ada bukti bahwa mereka berdua pernah bertemu, walaupun hanya sekali. Syarat seperti ini, sama dengan syarat syekh beliau yatiu Ali bin al-Madini.
4. Metodologi Penyusunan Kitab Shahih Bukhari.
Imam Bukhari menyusun kitabnya itu berdasarkan bab Fiqh. Pertama-tama beliau membagl dalam beberapa kitab, dan; di bawah kitab ini beliau meletakkan bab-bab yang berkaitan dengan kitab tersebut, Jumlah kitab dalam shahihnya ini ada 97 kitab, dan 3450 bab. Hadits-hadits Mu'allaq Dalam Shahih Bukhari. Yang dimaksud dengan hadits mu'allaq adalah hadits yang pada awal sanadnya terdapat perawi yang dihilangkan satu atau lebih. Seperti umpamanya ungkapan Imam Bukhari: Malik berkata dari Nafi' dan ibnu Umar. Atau beliau mengatakan, Mujahid berkata dari Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW. Kedua contoh di atas merupakan mu'allaq, karena antara Imam Bukhari dengan Imam Malik dan Mujahid terdapat beberapa perawi yang tidak disebut, dan ini disebut hadits muallaq Bukhari dalam Shahihnya.
Hadits-hadits Muallaq ini, ada yang shahih dan ada yang tidak shahih. Namun yang paling penting di fahami adalah, bahwa hadits-hadits muallaq yang beliau masukkan dalam shahihnya ini bukanlah merupakan ‘ushul’ kitabnya. Namun hadits-hadits tersebut hanya sebagai penguat terhadap makna atau ungkapan atau juga untuk mentarjih suatu pendapat, atau bisa juga untuk lainnya. Oleh karena itulah, tidak penting untuk membahas masalah ini secara terperinci.
6. Jumlah Hadits Dalam Kitab Shahih Bukhari
Adalah Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani, seorang ulama yang mensyarahkan kitab Shahih Bukhari menghitung jurnlah hadits dalam shahih Bukhari secara terperinci. Beliau mengemukakan bahwa
a. Jumlah hadits dalam shahihnya tanpa ulangan sebanyak 2602 hadits,
b. Matan-matan hadits muallaq yang tidak beliau sambung dalam tempat lain sebanyak 159 hadits,
c. Jumlah seluruh hadits dengan pengulangan 7397 hadits.
d. Jumlah hadits-hadits mutaba'ah 344 hadits.
e. Jumlah hadits keseiuruhan dalam kitab shahih Bukhari sebanyak 9082 hadits.
7. Syarah Kitab Shahih Bukhari
Kitab Shahih Bukhari sebagai kitab rujukan pertama dalam hadits-hadits shahih, tentunya mendapatkan perhatian yang sangat luar biasa dari para ulama sesudah masa beliau. Oleh karena itulah banyak para ulama yang memberikan syarah kitab beliau ini, diantaranya adalah:
a. Syekh al-Alamah Muhammad bin Yusuf bin All al-Kirmani w.786 H, yang beliau beri judul Al-Kawakib al-Durari fi Syarh Shahih AI-Bukhari,
b. Imam al-Hafidz Abu aj-Fadl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Hajar al-Atsqalani. W.852.H. beliau memberikan syarah yang sangat luas dan lengkap dengan judul Fath al-Barri bi Syarh Shahih al-Bukhari. Kitab ini merupakan kitab rujukan utama dalam syarah shahih Bukhari. Terdiri dari sekitar 18 jilid besar; dibukukan dan dicetak.
c. Imam Badruddin Mahmud bin Ahmad al-Aini al-Hanafi w.855 H. Beliau menuliskan syarah dengan judul Umdatul Qari fi syarh Shahih Bukhari.
d. Imam Sykeh Syihabuddin Ahmad bin Muhammad al-Khabb al-Mishri al-Syafil al-Qastalani. Beliau menulis syarah kitab Bukhari dengan judul Irsyadus Sari ila shahih al-Bukhari
Kitab Shahih Bukhari sebagai rujukan awal hadits-hadits shahih sangat banyak didapati baik diperpustakaan maupun ditoko-toko buku. Karena banyak penerbit yang mencetaknya. Diantaranya adalah: Dar Ibnu Katsri (Beirut) tahun 1987, dengan 6 jilid.
Kedua: Kitab Shahih Muslim
Sejarah Singkat Penulis Kitab Shahih Muslim
1. Nama Lengkap Imam Muslim.
Imam Muslim memiliki nama. lengkap Imam Abu al-Husam Muslim bin at-hajjaj Din Muslim al-Qusyairi ahNisabury. Beliau lahir pada tahun 206 (ada yang mengatakan 204). Beliau memiliki dua nasab yaitu:
a. Al-Qusyairi, yaitu sebuah kabilah Arab.
b. Al-Nisaburi, yaitu yaitu.sebuah kota besar di daerah Khurasan.
2. Kehidupan dan Pengembaraannya Dalam Menuntut Ilmu.
Kehidupannya di warnai dengan suasana menuntut ilmu. Hal ini karena di tempat pertumbuhannya yaitu Naisabur, merupakan daerah yang hidup dengan berbagai keilmuan. Beliau menuntut ilmu ketika masih sangat muda belia. Diriwayatkan beliau pertama kali mendengar hadits pada usia ke 12 th (th 218) dari syekhnya yaitu Yahya bin Yahya Al-Tamimi. Kemudian beliau mengembara ke Baghdad berkali-kali dan bertemu dengan para Imam-imam hadits dalam perjalanannya ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan sebagainya. Beliau sering mendatangi Imam bukhari manakala Imam Bukhari sedang mengunjungi Khurasan. Beliau juga berguru dengan Imam Ahmad, Ishaq bin Rohawaeh dsb.
3. Kecemerlangan Hafalannya
Beliau merupakan seorang Imam yang memiliki hafalan yang sangat cemerlang. Mengenai hal ini Muhammad bin Basyar Bundar mengatakan; Hufadz di dunia ini ada empat; Abu Zur'ah di daerah Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah al-Darimi di Samarkindi dan Muhammad bin Ismaili di Bukhara.
4. Wafatnya
Imam Muslim setelah menjalani kehidupan yang berkah penuh dengan ilmu, akhirnya meninggal dunia pada hari ahad dan di makamkan di daerah Naisabur pada hari senin di bulan Rajab tahun 261 H.
Sejarah Singkat Penulis Kitab Shahih Muslim
1. Nama Lengkap Imam Muslim.
Imam Muslim memiliki nama. lengkap Imam Abu al-Husam Muslim bin at-hajjaj Din Muslim al-Qusyairi ahNisabury. Beliau lahir pada tahun 206 (ada yang mengatakan 204). Beliau memiliki dua nasab yaitu:
a. Al-Qusyairi, yaitu sebuah kabilah Arab.
b. Al-Nisaburi, yaitu yaitu.sebuah kota besar di daerah Khurasan.
2. Kehidupan dan Pengembaraannya Dalam Menuntut Ilmu.
Kehidupannya di warnai dengan suasana menuntut ilmu. Hal ini karena di tempat pertumbuhannya yaitu Naisabur, merupakan daerah yang hidup dengan berbagai keilmuan. Beliau menuntut ilmu ketika masih sangat muda belia. Diriwayatkan beliau pertama kali mendengar hadits pada usia ke 12 th (th 218) dari syekhnya yaitu Yahya bin Yahya Al-Tamimi. Kemudian beliau mengembara ke Baghdad berkali-kali dan bertemu dengan para Imam-imam hadits dalam perjalanannya ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan sebagainya. Beliau sering mendatangi Imam bukhari manakala Imam Bukhari sedang mengunjungi Khurasan. Beliau juga berguru dengan Imam Ahmad, Ishaq bin Rohawaeh dsb.
3. Kecemerlangan Hafalannya
Beliau merupakan seorang Imam yang memiliki hafalan yang sangat cemerlang. Mengenai hal ini Muhammad bin Basyar Bundar mengatakan; Hufadz di dunia ini ada empat; Abu Zur'ah di daerah Ray, Muslim di Naisabur, Abdullah al-Darimi di Samarkindi dan Muhammad bin Ismaili di Bukhara.
4. Wafatnya
Imam Muslim setelah menjalani kehidupan yang berkah penuh dengan ilmu, akhirnya meninggal dunia pada hari ahad dan di makamkan di daerah Naisabur pada hari senin di bulan Rajab tahun 261 H.
5. Karya-karyanya.
Beliau memiliki karya yang cukup banyak, diantaranya adalah:
a. Al-Jami'al-Shahih.
b. Al-Musnad al-Kabir alar Rijal
c. Kitabul Asma' wal kuna
d. Kitabul Ilal
e. Kitabul Aqran dsb.
Kitab Shahih Muslim
Kitab shahih Muslim merupakan salah satu dari dua kitab paling shahih setelah kitabullah. Kitab ini pun telah mendapatkan kesepakatan dari kaum muslimin akan keshahihannya. Sebagaimana shahih Bukhari, kitab shahih Muslim juga merupakan kitab yang ditulis dengan kehati-hatian yang tinggi, yang merupakan buah dari kehidupan penulisnya yang penuh dengan keberkahan dalam menuntut ilmu. Jika Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun dalam menulis shahihnya, maka Imam Muslim menghabiskan waktu 15 tahun guna menuliskan kitab shahihnya ini. Diriwayatkan bahwa Ahmad bin Salamah mengatakan: “Aku bersama Imam Muslim menulis shahihnya selama lima belas tahun, yang mencakup sebanyak dua belas ribu hadits”, Imam Muslim sendiri mengemukakan mengenai kehati-hatian beliau dalam menulis kitab shahihnva itu sebagai berikut: “Tidaklah aku meletakkan satu haditspun dalam kitabku ini, melainkan dengan hujjah. Dan aku tidak pula menghilangkan sesuatu daripadanya melainkan dengan hujjah.
1. Manhaj Imam Muslim Dalam Menulis Shahihnya
Imam Muslim tidak pernah secara nash mengatakan bahwa syarat beliau dalam menshahihkan sebuah hadits adalah begini dan begitu. Akan tetapi para ulamalah yang mengistinbath hal tersebut dari kitab shahihnya, melalui hadits-haditsnya. Diantaranya adalah:
a. Beliau tidak mencantumkan hadits melainkan yang diriwayatkan dari perawi yang adil dan dhabit.
b. Perawi juga harus yang telah ditsiqahi kejujuran dan keamanahannya.
c. Kemudian perawi harus orang yang hafidz dan tidak pelupa
d. Beliau hanya mencantumkan hadits-hadits yang memiliki sanad marfu' hingga Rasulullah SAW.
Namun Imam Muslim tidak memiliki syarat sebagaimana yang dimiliki oleh Imam Bukhari. Imam Muslim tidak mensyaratkan bukti adanya pertemuan antara dua perawi. Namun baginya cukup semasa saja,
2. Metodologi Penyusunan Kitab Shahih Muslim
Abu Syahbah mengatakan, bahwa sebenarnya Imam Muslim tidak menyusun kitabnya itu berdasarkan bab perbab. Akan tetapi beliau mengumpulkan hadits-hadits yang berkaitan dalam satu maudhu' dan satu tempat. Adapun sebagaimana yang kita lihat sekarang adanya pembaban dan pengkitab-kitaban dalam shahih beliau adalah penambahan dari para pensyarah kitab shahih muslim, terutama Imam Nawawi ra.
3. Jumlah Hadits Shahih Muslim
Adapun jumlah hadits yang terdapat dalam shahih Muslim, Ahmad bin Salamah mengatakan bahwa hadits yang terdapat dalam shahih Muslim dua belas ribu hadits. Sementara Ibnu Shatah menghitungnya sejumlah 4000 hadits. Dari kedua pendapat ini dapat disatukan bahwa pendapat pertama adalah jumlah hadits shahih Muslim secara keseluruhan, adapun pendapat kedua adalah jumlah haditsnya tanpa pengulangan.
Beliau memiliki karya yang cukup banyak, diantaranya adalah:
a. Al-Jami'al-Shahih.
b. Al-Musnad al-Kabir alar Rijal
c. Kitabul Asma' wal kuna
d. Kitabul Ilal
e. Kitabul Aqran dsb.
Kitab Shahih Muslim
Kitab shahih Muslim merupakan salah satu dari dua kitab paling shahih setelah kitabullah. Kitab ini pun telah mendapatkan kesepakatan dari kaum muslimin akan keshahihannya. Sebagaimana shahih Bukhari, kitab shahih Muslim juga merupakan kitab yang ditulis dengan kehati-hatian yang tinggi, yang merupakan buah dari kehidupan penulisnya yang penuh dengan keberkahan dalam menuntut ilmu. Jika Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun dalam menulis shahihnya, maka Imam Muslim menghabiskan waktu 15 tahun guna menuliskan kitab shahihnya ini. Diriwayatkan bahwa Ahmad bin Salamah mengatakan: “Aku bersama Imam Muslim menulis shahihnya selama lima belas tahun, yang mencakup sebanyak dua belas ribu hadits”, Imam Muslim sendiri mengemukakan mengenai kehati-hatian beliau dalam menulis kitab shahihnva itu sebagai berikut: “Tidaklah aku meletakkan satu haditspun dalam kitabku ini, melainkan dengan hujjah. Dan aku tidak pula menghilangkan sesuatu daripadanya melainkan dengan hujjah.
1. Manhaj Imam Muslim Dalam Menulis Shahihnya
Imam Muslim tidak pernah secara nash mengatakan bahwa syarat beliau dalam menshahihkan sebuah hadits adalah begini dan begitu. Akan tetapi para ulamalah yang mengistinbath hal tersebut dari kitab shahihnya, melalui hadits-haditsnya. Diantaranya adalah:
a. Beliau tidak mencantumkan hadits melainkan yang diriwayatkan dari perawi yang adil dan dhabit.
b. Perawi juga harus yang telah ditsiqahi kejujuran dan keamanahannya.
c. Kemudian perawi harus orang yang hafidz dan tidak pelupa
d. Beliau hanya mencantumkan hadits-hadits yang memiliki sanad marfu' hingga Rasulullah SAW.
Namun Imam Muslim tidak memiliki syarat sebagaimana yang dimiliki oleh Imam Bukhari. Imam Muslim tidak mensyaratkan bukti adanya pertemuan antara dua perawi. Namun baginya cukup semasa saja,
2. Metodologi Penyusunan Kitab Shahih Muslim
Abu Syahbah mengatakan, bahwa sebenarnya Imam Muslim tidak menyusun kitabnya itu berdasarkan bab perbab. Akan tetapi beliau mengumpulkan hadits-hadits yang berkaitan dalam satu maudhu' dan satu tempat. Adapun sebagaimana yang kita lihat sekarang adanya pembaban dan pengkitab-kitaban dalam shahih beliau adalah penambahan dari para pensyarah kitab shahih muslim, terutama Imam Nawawi ra.
3. Jumlah Hadits Shahih Muslim
Adapun jumlah hadits yang terdapat dalam shahih Muslim, Ahmad bin Salamah mengatakan bahwa hadits yang terdapat dalam shahih Muslim dua belas ribu hadits. Sementara Ibnu Shatah menghitungnya sejumlah 4000 hadits. Dari kedua pendapat ini dapat disatukan bahwa pendapat pertama adalah jumlah hadits shahih Muslim secara keseluruhan, adapun pendapat kedua adalah jumlah haditsnya tanpa pengulangan.
4. Perbandingan antara Shahih Muslim dan Shahih Bukhari
Para ulama hadits sepakat bahwa kitab Shahih Bukhari merupakan kitab shahih yang paling shahih. Mengenai hal ini Imam Al-Daruqutni mengemukakan: “Sekiranya bukan karena Imam Bukhari, tentu Imam Muslim tidak akan muncul dan tidak akan datang”. Namun meskipun demikian, ada juga beberapa ulama yang lebih mendahulukan Shahih Muslim dibandingkan dengan shahih Bukhari, seperti Abu Ali Al-Nisaburi, beliau mengemukakan: “Tidak ada satu kitab pun di bawah langit ini yang lebih shahih dari dari kitab shahih Muslim bin Hajjaj”. Walaupun secara keseluruhan, kebanyakan ulama lebih mendahulukan shahih Bukhari daripada shahih Muslim karena syarat keshahihan yang dimiliki Bukhari lebih ketat dibandingkan dengan yang dimiliki Muslim.
5. Syarah Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim sangat mendapatkan perhatian dari para ulama, baik pada masa beliau maupun pada masa-masa setelahnya. Terbukti dengan banyaknya ulama yang mensyarahkan kitab beliau ini. Diantaranya adalah:
a. Imam Abu Abdiliah Muhammad bin Ali al-Mazi w.536 H. Beliau menuliskan syarah dengan judul Al-Mu'allim Bifawa’id Kitab Muslim.
b. Imam al-Qadhi Iyadh bin Musa al-Maliki W.544.H. Beliau menuliskan syarah dalam judul Ikmal al-Mu'allim fi Syarh Shahih Muslim.
c. Imam Abu Zakaria Muhyid Din bin Syarf al-Syafi'i al-Nawawi w.676 H. Beliau menuliskan syarah dengan judul Al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj. Syarah ini merupakan syarah yang lengkap dan luas. Beliau mensyarahkan dengan sangat baik. Oleh karena itulah kitab beliau ini banyak dipergunakan oleh ulama-ulama pada masa-masa setelah beliau. Kitab ini di cetak dan dibukukan serta banyak di jumpai baik diperpustakaan maupun di toko-toko buku. Sementara kitab Shahih Muslim sendiri sebagai salah satu rujukan hadits-hadits shahih dibukukan dan dicetak serta banyak dijumpai di perpustakaan maupun di toko buku. Diantaranya adalah cetakan Dar Ihya' al-turats al-Arabi (Beirut), dengan 5 jilid.
Ketiga : Kitab Sunan Abu Daud
Sejarah Singkat Abu Daud (202 - 275)
1. Nama Lengkap Abu Daud
Nama lengkap beliau adalah Imam Al-Hafidz Sulaiman bin al-Asy'as bin Ishaq Al-Azadi Al-Sajastani. Beliau lahir pada tahun 202 H.
2. Pertumbuhan dan Pengembaraan Beliau Dalam Menuntut Ilmu.
Beliau menuntut ilmu ketika masih kecil, karena beliau terbiasa sejak kecil mencintai dan ilmu dan menggeluti para ulama. Belum lagi beliau beranjak dewasa, beliau teiah mengembara untuk mencari ilmu dan hadits. Setelah selesai mengembara di negrinya sendiri, beliau pergi ke Hijaz, Syam, Mesir, Iraq, Jazirah, Khurasan dsb. Beliau menulis kitab “al-sunan”, yang kemudian beliau tunjukkan pada Imam Ahlus Sunnah yaitu Imam Ahmad bin Hambal. Imam Ahmad menyambut baik kitab sunan Abu Daud. Kemudian menetap di Bashrah, hingga akhir hayatnya.
3. Para Guru dan murid-muridnya.
Sebagai Imam besar, beliau memiliki banyak sekali guru-guru dari kalangan ulama besar pula. Diantaranya adalah Imam Ahmad bin Hambal, Imam al-Qa'nabi, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin raja', Abu al-Walid al-Thaya!isi dsb. Adapun yang pemah menjadi muridnya adalah seperti Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, Abu Awanah, Abu sa'id bin al-A'rabi, Abu Bakar bin Dasah dsb. Bahkan salah seorang gurunya sendiri juga ada yang meriwayatkan hadits dari beliau, yaitu Imam Ahmad bin Hambal.
4. Akhlak Beliau
Abu Daud dikenal sebagai ulama yang mengamalkan ilmunya dalam kehidupannya, beliau juga seeorang yang menjadi tauladan dalam kelemah lembutan, ketawadhu'an dan kemuliaan. Mengenai hal ini sebagian ulama mengatakan: “Abu Daud mirip dengan Imam Ahmad bin Hambal dalam periiaku, tampilan dan ciri. Sedangkan Imam Ahmad mirip dengan Imam Waki' dalam hal ini. Imam Waki' mirip dengan Imam Sufyan Atsauri. Imam Sufyan Atsauri mirip dengan Imam Mansur. Imam Mansur mirip dengan Ibrahim Annakha’i. Ibrahim Annakha’i mirip dengan Alqamah. Alqamah mirip dengan ibnu Mas'ud. Sedangkan Ibnu Mas'ud mirip dengan Rasulullah SAW.
5. Pujian Ulama Terhadapnya
Sebagai bukti keimamannya, banyak sekali pujian yang dilontarkan para Imam terhadap Abu Daud. Diantaranya adalah:
a. Al-Hafidz Musa bin Harun:
"Akhlak Abu Daud di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk surga. Dan aku tidak pernah melihat orang yang lebih mulia daripadanya".
b. Ibnu Hibban:
“Abu Daud adalah salah seorang Imam di dunia dari segi fiqh, ilmu, hafalan, akhlak, kewara'an dan kesempurnaan”.
c Al-Hakim al-Naisaburi:
"Beliau adalah Imam Ahlul Hadits pada masanya tanpa ada perdebatan mengenai hal ini”
6. Wafat Beliau
Beliau wafat di Bashrah pada bulan syawal tahun 275 H.
7. Karya-karya Beliau
Diantara karya beliau adalah:
a. Sunan Abu Daud,
b. Kitab al-Marasil,
c. kitab al-Qadar,
d. Nasikh wal Mansukh,
e. Fadha'il A'mal,
f. Kitab al-Zuhud,
g. Dala'il al-Nubuwah,
h. Akhbar al-Khawarij dsb.
Kitab Sunan Abu Daud
1. Manhaj Abu Daud Dalam Menulis Sunannya
Para Imam-Imam sebelum atau semasa beliau banyak yang menulis kitab-kitab berbentuk Jami' (mencakup segala hal, tidak hanya pada bab-bab fiqh) dan Musnad (kitab yang disusun berdasarkan perawinya). Namun Abu Daud menulis kitab yang secara khusus hanya mencakup sunan (sunah-sunah) dan hukum-hukum.
Setelah menulis kitab ini, beliau menunjukkannya pada Imam Ahmad bin Hambal, yang ditanggapi positif oleh beliau. Namun dalam penulisan kitabnya ini Imam Abu Daud agak berbeda dengan Imam Bukhari dan Muslim, dimana beliau tidak mengkhususkan pada hadits-hadits shahih saja, namun beliau memasukkan juga hadits-hadits hasan dan juga dhaif, yang tidak disepakati ulama untuk ditinggalkan. Mengenai hal ini beliau mengemukakan: “Aku kumpulkan dalam sunan ini hadits shahih dan yang seumpamanya atau mendekatinya. Aku tidak menyebutkan hadits dalam kitab ini yang para ulama sepakat untuk meninggalkan hadits tersebut. Jika ada satu hadits yang sangat dhaif, maka aku jelaskan. Diantaranya ada yang sanadnya tidak shahih. Adapun hadits yang tidak aku komentari adalah shaleh, sebagian lebih shahih dari yang lainnya”.
2. Pendapat Ulama Mengenai Kitab Sunan Abu Daud
a. Ibnul A'rabi (salah seorang periwayat hadits dalam sunan):
“Sekiranya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali mushaf al-Qur'an, kemudian kitab sunan Abu Daud, maka ia tidak membutuhkan kitab lain."
b. Imam Abu Hamid al-Ghazali:
"Sunan Abu Daud sudah cukup bagi seorang mujtahid dalam ilmu dengan hadits-hadits ahkam."
c. Imam al-Khatabi:
"Kitab sunan Abu Daud memiliki posisi yang membuat ulama hadits tercengang”.
a. Ibnul A'rabi (salah seorang periwayat hadits dalam sunan):
“Sekiranya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali mushaf al-Qur'an, kemudian kitab sunan Abu Daud, maka ia tidak membutuhkan kitab lain."
b. Imam Abu Hamid al-Ghazali:
"Sunan Abu Daud sudah cukup bagi seorang mujtahid dalam ilmu dengan hadits-hadits ahkam."
c. Imam al-Khatabi:
"Kitab sunan Abu Daud memiliki posisi yang membuat ulama hadits tercengang”.
3. Metodologi Penyusunan
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa kitab beliau ini adalah sunan, yang hanya mencakup sunnah dan ahkam, tidak mencakup seperti tafslr, kisah-kisah, adab dsb. Namun secara penyusunan beliau menggunakan kitab dan bab. Dalam setiap kitab beliau paparkan dibawahnya bab-bab yang membawahi hadits-hadits. Dalam sunan terdapat 35 kitab dan 1871 bab.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa kitab beliau ini adalah sunan, yang hanya mencakup sunnah dan ahkam, tidak mencakup seperti tafslr, kisah-kisah, adab dsb. Namun secara penyusunan beliau menggunakan kitab dan bab. Dalam setiap kitab beliau paparkan dibawahnya bab-bab yang membawahi hadits-hadits. Dalam sunan terdapat 35 kitab dan 1871 bab.
4. Jumlah Hadits Dalam Sunan Abu Daud
Adapun jumlah hadits dalam sunan Abu Daud, ada yang mengatakannya berjumlah 4800 hadits. Sementara yang lainnya mengatakan jumlahnya 5274 hadits. Pada pendapat yang kedua adalah jumlah hadits yang dihitung dengan hadits-hadits yang ada pengulangannya.
Adapun jumlah hadits dalam sunan Abu Daud, ada yang mengatakannya berjumlah 4800 hadits. Sementara yang lainnya mengatakan jumlahnya 5274 hadits. Pada pendapat yang kedua adalah jumlah hadits yang dihitung dengan hadits-hadits yang ada pengulangannya.
5. Syarah Sunan Abu Daud
Sunan Abu Daud mendapatkan perhatian ulama hadits setelah masanya. Oleh karena itulah
terdapat beberapa syarah yang mensyarahi kitab beliau, diantaranya;
a. Syekh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim bin Khatab at-Busti al-Khattabi w. 388 H. Beliau memberikan syarah dengan judul Ma'alimus Sunan. Buku ini memberikan syarah yang lengkap namun ringkas; dibukukan dan dicetak.
b. Syekh Muhammad Asyraf bin AH Haidar Assidiqi Al-Adzim Abadi. Beliau memberikan syarah dalam sebuah buku; Aunul Ma'bud Ala Sunan Abi Daud. Kitab ini sangat lengkap dan luas namun ringkas; dibukukan dan dicetak.
Kitab Sunan Abu Daud dicetak dan dibukukan serta banyak beredar baik diperpustakaan maupun di toko-toko buku Islam. Salah satunya adalah cetakan Darul Fikr (Beirut), dengan 4jilid.
Sunan Abu Daud mendapatkan perhatian ulama hadits setelah masanya. Oleh karena itulah
terdapat beberapa syarah yang mensyarahi kitab beliau, diantaranya;
a. Syekh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim bin Khatab at-Busti al-Khattabi w. 388 H. Beliau memberikan syarah dengan judul Ma'alimus Sunan. Buku ini memberikan syarah yang lengkap namun ringkas; dibukukan dan dicetak.
b. Syekh Muhammad Asyraf bin AH Haidar Assidiqi Al-Adzim Abadi. Beliau memberikan syarah dalam sebuah buku; Aunul Ma'bud Ala Sunan Abi Daud. Kitab ini sangat lengkap dan luas namun ringkas; dibukukan dan dicetak.
Kitab Sunan Abu Daud dicetak dan dibukukan serta banyak beredar baik diperpustakaan maupun di toko-toko buku Islam. Salah satunya adalah cetakan Darul Fikr (Beirut), dengan 4jilid.
Keempat: Jami' Attirmidzi
Sejarah Singkat Imam Attirmidzi (209 - 279)
1. Nama Lengkap Beliau
Beliau bernama Al-Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah bin Musa bin Dhahak Attirmidzi. Tirmidzi merupakan nisbah pada daerah Tirmidz dekat sungai Jaihun. Beliau lahir pada tahun 209, namun ada juga yang mengatakannya tahun 210 H.
Sejarah Singkat Imam Attirmidzi (209 - 279)
1. Nama Lengkap Beliau
Beliau bernama Al-Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah bin Musa bin Dhahak Attirmidzi. Tirmidzi merupakan nisbah pada daerah Tirmidz dekat sungai Jaihun. Beliau lahir pada tahun 209, namun ada juga yang mengatakannya tahun 210 H.
2. Pertumbuhan dan pengembaraan beliau dalam menuntut hadits
Beliau tumbuh dan berkembang di Tirmidz. Di tempat kelahirannya ini pulalah beliau memulai menuntut ilmu, sebelum memulai pengembaraannya ke berbagai tempat lainnya. Beliau mengembara hingga ke berbagai daerah seperti Hijaz, Iraq, Khurasan, dsb. Meskipun beliau dikatakan agak terlambat dalam memulai menuntut ilmu, namun beliau dikaruniai kekuatan hafalan dan otak yang cemerlang.
Beliau tumbuh dan berkembang di Tirmidz. Di tempat kelahirannya ini pulalah beliau memulai menuntut ilmu, sebelum memulai pengembaraannya ke berbagai tempat lainnya. Beliau mengembara hingga ke berbagai daerah seperti Hijaz, Iraq, Khurasan, dsb. Meskipun beliau dikatakan agak terlambat dalam memulai menuntut ilmu, namun beliau dikaruniai kekuatan hafalan dan otak yang cemerlang.
3. Guru-guru dan murid-muriidnya
Diantara guru-guru beliau adalah, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, Qutaibah bin Sa'id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Ghailan dsb. Adapun diantara murid-muridnya adalah, Makhul bin al-Fadhl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ahmad bin Yusuf Annasafi, Abut Abbas Muhammad bin Mahjub Al-Mahbubi dsb.
Diantara guru-guru beliau adalah, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, Qutaibah bin Sa'id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Ghailan dsb. Adapun diantara murid-muridnya adalah, Makhul bin al-Fadhl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Ahmad bin Yusuf Annasafi, Abut Abbas Muhammad bin Mahjub Al-Mahbubi dsb.
4. Pujian Ulama terhadap dirjnya
a. Ibnu Hibban mengatakan, bahwa “Imam Tirmidzi adalah termasuk syekh yang mengumpulkan hadits-hadits, menulis, menjaga dan mengingat
b. Syekh Abu Ya'la, beliau mengatakan bahwa Imam Tirmidzi adalah Imam yang di sepakati ketsiqahannya, dan terkenal dengan kemanahan dan keilmuannya.
c. Syekh Abu Sa'd al-Idrisi, beliau mengatakan; “Imam Tirmidzi adalah salah satu Imam yang menjadi tauladan dalam ilmu hadits. Beliau menulis kitab Jami', kitab-kitab tarikh, kitab-kitab Ilal hadits dengan kesempurnaan keilmuannya...”
a. Ibnu Hibban mengatakan, bahwa “Imam Tirmidzi adalah termasuk syekh yang mengumpulkan hadits-hadits, menulis, menjaga dan mengingat
b. Syekh Abu Ya'la, beliau mengatakan bahwa Imam Tirmidzi adalah Imam yang di sepakati ketsiqahannya, dan terkenal dengan kemanahan dan keilmuannya.
c. Syekh Abu Sa'd al-Idrisi, beliau mengatakan; “Imam Tirmidzi adalah salah satu Imam yang menjadi tauladan dalam ilmu hadits. Beliau menulis kitab Jami', kitab-kitab tarikh, kitab-kitab Ilal hadits dengan kesempurnaan keilmuannya...”
5. Wafat beliau
Beliau wafat di Tirmidz pada senin malam, tanggal 13 Rajab 279, setelah sebelumnya sempat buta selama dua tahun.
Beliau wafat di Tirmidz pada senin malam, tanggal 13 Rajab 279, setelah sebelumnya sempat buta selama dua tahun.
6. Karya-karya beliau
a. Kitab al-Jami'
b. Kitab al-Ilal.
c. Kitab al-Tarikh.
d. Kitab al-Syama'il al-Nabawiyah
e. Kitab ai-Zuhud.
f. Kitab al-Asma' wal Kuna
g. Kitab Asma'us Shahabah
Kitab Jami' At-Tirmidzi
Kitab ini selain dikenal dengan sebutan jami' Tirmidzi, dikenal pula dengan sebutan sunan Tirmidzi. Namun yang lebih populer di kalangan ahli hadits adalah Jami' Tirmidzi. Bahkan ada juga yang menyebutnya dengan 'shahih Tirmidzi'. Namun sebutan ini dinilai ahli hadits sebagai “Tasahul” (baca: terlalu memudah-mudahkan) Karena dalam kitab ini, Imam Tirmidzi tidak mengkhususkan hadits-hadits shahih saja, namun juga terdapat hadits hasan dan dhaif.
1. Manhaj Imam Tirmidzi dalam Menulis kitabnya
Imam Tirmidzi tidak sebagaimana Imam Bukhari, beliau memasukkan hadits-hadits hasan dan dhaif dalam kitab jami'nya ini. Meskipun beliau komitmen untuk tidak memasukkan hadits dalam kitabnya ini melainkan hadits yang diamalkan oleh para ahli fiqh atau hadits yang memiliki hujjah. Namun hal seperti ini masih sangat umum dalam memberikan kriteria hadits. Karena terdapat hadits-hadits yang hasan dan dhaif masuk dalam kategori yang telah beliau tetapkan tersebut. Jika terdapat hadits-hadits yang munkar atau hadits mu'al, maka beliau jelaskan kemungkaran atau keillatannya. Dan hadits-hadits dhaif tersebut sebagian besar terdapat dalam kitab fadhail. Beliau juga menjelaskan hampir setiap derajat hadits yang beliau cantumkan dalam kitabnya ini. Diriwayatkan bahwa beliau baru selesai menulis kitab jami' ini pada tahun 270 H.
a. Kitab al-Jami'
b. Kitab al-Ilal.
c. Kitab al-Tarikh.
d. Kitab al-Syama'il al-Nabawiyah
e. Kitab ai-Zuhud.
f. Kitab al-Asma' wal Kuna
g. Kitab Asma'us Shahabah
Kitab Jami' At-Tirmidzi
Kitab ini selain dikenal dengan sebutan jami' Tirmidzi, dikenal pula dengan sebutan sunan Tirmidzi. Namun yang lebih populer di kalangan ahli hadits adalah Jami' Tirmidzi. Bahkan ada juga yang menyebutnya dengan 'shahih Tirmidzi'. Namun sebutan ini dinilai ahli hadits sebagai “Tasahul” (baca: terlalu memudah-mudahkan) Karena dalam kitab ini, Imam Tirmidzi tidak mengkhususkan hadits-hadits shahih saja, namun juga terdapat hadits hasan dan dhaif.
1. Manhaj Imam Tirmidzi dalam Menulis kitabnya
Imam Tirmidzi tidak sebagaimana Imam Bukhari, beliau memasukkan hadits-hadits hasan dan dhaif dalam kitab jami'nya ini. Meskipun beliau komitmen untuk tidak memasukkan hadits dalam kitabnya ini melainkan hadits yang diamalkan oleh para ahli fiqh atau hadits yang memiliki hujjah. Namun hal seperti ini masih sangat umum dalam memberikan kriteria hadits. Karena terdapat hadits-hadits yang hasan dan dhaif masuk dalam kategori yang telah beliau tetapkan tersebut. Jika terdapat hadits-hadits yang munkar atau hadits mu'al, maka beliau jelaskan kemungkaran atau keillatannya. Dan hadits-hadits dhaif tersebut sebagian besar terdapat dalam kitab fadhail. Beliau juga menjelaskan hampir setiap derajat hadits yang beliau cantumkan dalam kitabnya ini. Diriwayatkan bahwa beliau baru selesai menulis kitab jami' ini pada tahun 270 H.
2. Metodotogi Penyusunan
Penyusunan kitab jami' ini beliau lakukan dengan menggunakan kitab-kltab dan bab-bab. Dibawah kitab beliau meletakkan bab-bab, dan di bawah bab beliau mencantumkan hadits-hadits yang terkait. Dalam menyebutkan bab-babnya, Imam Tirmidzi tidak hanya terbatas pada bab-bab ahkam saja, namun juga mencakup bab bab lain seperti fadhail, zuhud dan lain sebagainya.
Penyusunan kitab jami' ini beliau lakukan dengan menggunakan kitab-kltab dan bab-bab. Dibawah kitab beliau meletakkan bab-bab, dan di bawah bab beliau mencantumkan hadits-hadits yang terkait. Dalam menyebutkan bab-babnya, Imam Tirmidzi tidak hanya terbatas pada bab-bab ahkam saja, namun juga mencakup bab bab lain seperti fadhail, zuhud dan lain sebagainya.
3. Keistimewaan Jami' Tirmidzi,
Ketika Imam Tirmidzi telah selesai menyusun kitabnya ini,beliau menunjukkannya pada ulama-ulama dan mereka ridha terhadap kitab jami’ tersebut: Imam Tirmidzi mengatakan “aku tulis kitab ini lalu aku tunjukkan pada ulama-ulama Hijaz, Iraq, dan Khurasan. Dan mereka ridha terhadap kitab ini. Dan siapa saja yang dalam rumahnya memiliki kitab ini, maka seakan-akan didalam rumahnya tersebut ada seorang nabi yang sedang berbicara”.
Ketika Imam Tirmidzi telah selesai menyusun kitabnya ini,beliau menunjukkannya pada ulama-ulama dan mereka ridha terhadap kitab jami’ tersebut: Imam Tirmidzi mengatakan “aku tulis kitab ini lalu aku tunjukkan pada ulama-ulama Hijaz, Iraq, dan Khurasan. Dan mereka ridha terhadap kitab ini. Dan siapa saja yang dalam rumahnya memiliki kitab ini, maka seakan-akan didalam rumahnya tersebut ada seorang nabi yang sedang berbicara”.
4. Jumlah hadits Jami' Tirmidzi.
Syekh Ahmad Syakir menghitung jumlah hadits yang terdapat dalam Jami' tirmidzi adalah 3906 hadits, Sedangkan penghitungan lain (komputer) berjumlah 3891 hadits.
Syekh Ahmad Syakir menghitung jumlah hadits yang terdapat dalam Jami' tirmidzi adalah 3906 hadits, Sedangkan penghitungan lain (komputer) berjumlah 3891 hadits.
5. Syarah Jami' Attirmidzi
Kitab Jami 'Tirmidzi mendapatkan perhatian dari para ulama hadits setelah masa beliau. Terbukti dengan adanya syarah yang mensyarahi kitab beliau ini. Diantaranya adalah:
a. Imam Al-Hafidz Abu Vakar Muhammad bin Abdillah Al-Asybili (dikenal dengan ibnu Arabi al-Maliki) w. 543 H. memberikan syarah dengan judul ‘Aridhatul Ahwadzi fi Syarhi Sunan al-tirmidzi. Kitab ini merupakan syarah yang luas dan lengkap, yang dicetak dan dibukukan.
b. Imam Jalaluddin Assuyuti w.911 H, memberikan syarah dengan judul Qutul Mughtadi Ala Jami' Tirmidzi.
c. Syekh Mubarakfuri (Al-Imam al-Hafidz Abul Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim). Beliau mensyarahi dalam sebuah kitab besar (11 jilid) dengan judul Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami' Tirrmidzi. Kitab ini dicetak dan dibukukan dan sangat masyhur,
Kitab Jami'Tirmidzi dibukukan dan dicetak, serta banyak dijumpai di perpustakaan maupun di toko-toko buku. Salah satunya adalah cetakan Dar Ihya' al-Turats al-Arabi (Beirut), dengan 5 jilid.
Kitab Jami 'Tirmidzi mendapatkan perhatian dari para ulama hadits setelah masa beliau. Terbukti dengan adanya syarah yang mensyarahi kitab beliau ini. Diantaranya adalah:
a. Imam Al-Hafidz Abu Vakar Muhammad bin Abdillah Al-Asybili (dikenal dengan ibnu Arabi al-Maliki) w. 543 H. memberikan syarah dengan judul ‘Aridhatul Ahwadzi fi Syarhi Sunan al-tirmidzi. Kitab ini merupakan syarah yang luas dan lengkap, yang dicetak dan dibukukan.
b. Imam Jalaluddin Assuyuti w.911 H, memberikan syarah dengan judul Qutul Mughtadi Ala Jami' Tirmidzi.
c. Syekh Mubarakfuri (Al-Imam al-Hafidz Abul Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim). Beliau mensyarahi dalam sebuah kitab besar (11 jilid) dengan judul Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami' Tirrmidzi. Kitab ini dicetak dan dibukukan dan sangat masyhur,
Kitab Jami'Tirmidzi dibukukan dan dicetak, serta banyak dijumpai di perpustakaan maupun di toko-toko buku. Salah satunya adalah cetakan Dar Ihya' al-Turats al-Arabi (Beirut), dengan 5 jilid.
Kelima : Sunan Annasa’i
Sejarah Singkat Imam Nasa'i (215 - 303 H)
1. Nama Lengkap beliau
Nama lengkap beliau adalgh Imam al-Hafidz Syekh Abu Abdirrahman bin Ali bin Syu'aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadhi al-Nasa'i. Beliau lahir di daerah Nasa', Khurasan, tahun 215 H. (ada yang mengatakan 214 H)
Sejarah Singkat Imam Nasa'i (215 - 303 H)
1. Nama Lengkap beliau
Nama lengkap beliau adalgh Imam al-Hafidz Syekh Abu Abdirrahman bin Ali bin Syu'aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadhi al-Nasa'i. Beliau lahir di daerah Nasa', Khurasan, tahun 215 H. (ada yang mengatakan 214 H)
2. Pertumbuhan dan pengembaraan beiiau
Beliau menuntut ilmu sejak masih kanak-kanak di Nasa'. Sejak kecil telah terlihat kecintaannya terhadap ilmu. Pada usia kanak-kanak ini pulalah beliau dapat menghafalkan Al-Qur'an, dan mendapatkan dasar-dasar keilmuan dari para syekh di daerahnya. Pada usianya yang lima belas, .beliau telah memulai mengembara guna menuntut ilmu. Beliau mengembara diantaranya ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir, Jazirah dsb, hingga beliau mahir dalam ulumul hadits dan ulumul isnad. Imam Nasa'i dikenal sebagai seorang yang banyak ibadahnya baik pada siang maupun malam hari, berpegang teguh dengan sunnah, wara' dan muru'ah,
3. Guru-guru dan murid-murid beliau
Beliau memiliki banyak sekali guru, diantaranya adalah Ishaq bin Rohawaeh, Hisyam bin Ammar, Suwaid bin Nashr, Isa bin Hammad Zaghbah, Ishaq bin Syahin, dsb. Adapun para murid-muridnya diantaranya adalah: Abu Biysr Adaulabi, Abu ja'far Attahawi, Abu Ali Annisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinnani, Al-Hasan bin Al-Khadr, Al-Asyuti dsb.
Beliau menuntut ilmu sejak masih kanak-kanak di Nasa'. Sejak kecil telah terlihat kecintaannya terhadap ilmu. Pada usia kanak-kanak ini pulalah beliau dapat menghafalkan Al-Qur'an, dan mendapatkan dasar-dasar keilmuan dari para syekh di daerahnya. Pada usianya yang lima belas, .beliau telah memulai mengembara guna menuntut ilmu. Beliau mengembara diantaranya ke Hijaz, Iraq, Syam, Mesir, Jazirah dsb, hingga beliau mahir dalam ulumul hadits dan ulumul isnad. Imam Nasa'i dikenal sebagai seorang yang banyak ibadahnya baik pada siang maupun malam hari, berpegang teguh dengan sunnah, wara' dan muru'ah,
3. Guru-guru dan murid-murid beliau
Beliau memiliki banyak sekali guru, diantaranya adalah Ishaq bin Rohawaeh, Hisyam bin Ammar, Suwaid bin Nashr, Isa bin Hammad Zaghbah, Ishaq bin Syahin, dsb. Adapun para murid-muridnya diantaranya adalah: Abu Biysr Adaulabi, Abu ja'far Attahawi, Abu Ali Annisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinnani, Al-Hasan bin Al-Khadr, Al-Asyuti dsb.
4. Cobaan beliau
Sebagaimana para imam yang lain, Imam Nasai juga mendapatkan cobaan yang cukup berat. Cobaan ini adalah tuduhan bahwa beliau ‘tasyayu' (baca; cenderung ke syiah). Diriwayatkan bahwa beliau memasuki negri syam dan beliau mendapatkan kebanyakan penduduk Syam memandang buruk sahabat Ali bin Abi Thalib ra, dan memuji Mu'awiyah ra. Dari sinilah beliau memiliki fikiran untuk menulis sebuah kitab mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib dengan tujuan untuk meluruskan pandangan negatif mereka terhadap Ali ra. Beliau menulis kitab al-Khasa'is, yang juga dibarengi dengan keutamaan sahabat yang lain, agar tidak dicap ‘tasyayu’, namun beliau tidak menulis keutamaan sahabat Mu'awiyah ra. Ketika ditanya oleh mereka mengapa beliau tidak menuliskan mengenai keutamaan Mu'awiyah, beliau menjawab “aku tidak mengetahui keutamaan beliau (Mu'awiyah)”. Mendengar hal tersebut mereka marah dan memukuli Imam Nasa'i bahkan juga menginjak-injak beliau hingga ke luar masjid. Padahal ketika Imam Nasa'i mengatakan hal tersebut (aku tidak mengetahui keutamaan Mu'awiyah), yang dimaksud adalah bahwa beliau tidak memiliki riwayatnya sendiri dari Rasulullah SAW mengenai keutamaan Mu'awiyah. Oleh karena itulah beliau memandang lebih baik beliau ‘diam’ mengenai Mu'awiyah, meskipun beliau tetap mengakui kesahabatan dan keadlahan Mu'awiyah. Hanya beliau tidak memiliki riwayat yang khusus dari jalur beliau mengenai keutamaan Mu'awiyah.
Sebagaimana para imam yang lain, Imam Nasai juga mendapatkan cobaan yang cukup berat. Cobaan ini adalah tuduhan bahwa beliau ‘tasyayu' (baca; cenderung ke syiah). Diriwayatkan bahwa beliau memasuki negri syam dan beliau mendapatkan kebanyakan penduduk Syam memandang buruk sahabat Ali bin Abi Thalib ra, dan memuji Mu'awiyah ra. Dari sinilah beliau memiliki fikiran untuk menulis sebuah kitab mengenai keutamaan Ali bin Abi Thalib dengan tujuan untuk meluruskan pandangan negatif mereka terhadap Ali ra. Beliau menulis kitab al-Khasa'is, yang juga dibarengi dengan keutamaan sahabat yang lain, agar tidak dicap ‘tasyayu’, namun beliau tidak menulis keutamaan sahabat Mu'awiyah ra. Ketika ditanya oleh mereka mengapa beliau tidak menuliskan mengenai keutamaan Mu'awiyah, beliau menjawab “aku tidak mengetahui keutamaan beliau (Mu'awiyah)”. Mendengar hal tersebut mereka marah dan memukuli Imam Nasa'i bahkan juga menginjak-injak beliau hingga ke luar masjid. Padahal ketika Imam Nasa'i mengatakan hal tersebut (aku tidak mengetahui keutamaan Mu'awiyah), yang dimaksud adalah bahwa beliau tidak memiliki riwayatnya sendiri dari Rasulullah SAW mengenai keutamaan Mu'awiyah. Oleh karena itulah beliau memandang lebih baik beliau ‘diam’ mengenai Mu'awiyah, meskipun beliau tetap mengakui kesahabatan dan keadlahan Mu'awiyah. Hanya beliau tidak memiliki riwayat yang khusus dari jalur beliau mengenai keutamaan Mu'awiyah.
5. Wafat Beliau
Oleh karena cobaan itulah, akhirnya beliau sakit dan wafat. Ada yang mengatakan bahwa beliau meninggal di Damaskus, tempat terjadinya cobaan tersebut. Namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau meninggal di Mekah. Ketika sedang sakit, beliau meminta di bawa ke Mekah dan meninggal di sana. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa beliau meninggal di Ramlah (Palestina). Beliau meninggal pada tahun 303 H.
Oleh karena cobaan itulah, akhirnya beliau sakit dan wafat. Ada yang mengatakan bahwa beliau meninggal di Damaskus, tempat terjadinya cobaan tersebut. Namun ada juga yang mengatakan bahwa beliau meninggal di Mekah. Ketika sedang sakit, beliau meminta di bawa ke Mekah dan meninggal di sana. Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa beliau meninggal di Ramlah (Palestina). Beliau meninggal pada tahun 303 H.
6. Karya-karya Beliau
Diantara karya-karya beliau adalah:
a. Sunan al-Sughra (Al-Mujtaba)
b. Sunan al-Kubra
c. Al-Kuna
d. Khasa'is AIi
e. Amalut Yaum wal Lailah
f. Adu'afa' wal Matrukin
g. Tasmiyatu Fuqaha' Amshar
h. Al-Manasik dsb.
Diantara karya-karya beliau adalah:
a. Sunan al-Sughra (Al-Mujtaba)
b. Sunan al-Kubra
c. Al-Kuna
d. Khasa'is AIi
e. Amalut Yaum wal Lailah
f. Adu'afa' wal Matrukin
g. Tasmiyatu Fuqaha' Amshar
h. Al-Manasik dsb.
Kitab Sunan Annasa'i.
1. Sejarah Penulisan sunan Annasa'i
Pertama-tama beliau menulis kitab sunan Al-Kubra, kemudian beliau menghadiahkannya pada Amir (pemimpin) kota Ramlah di Palestina. Beliau mengatakan, 'apakah semua hadits dalam sunan ini shahih?' Irnam Nasa'i menjawab "ada yang shahih, ada yang hasan dan ada yang mendekati keduanya”, Kemudian Amir kota Ramlah berkata lagi, “Dapatkan engkau memisahkan untukku hadits-hadits yang shahihnya saja?”. Kemudian beliau menulis kitab Sunan al-Sugra atau al-Mujtaba; yang merupakan sunan Nasa’i yang masyhur dan dikenal oleh kaum muslimin.
Pertama-tama beliau menulis kitab sunan Al-Kubra, kemudian beliau menghadiahkannya pada Amir (pemimpin) kota Ramlah di Palestina. Beliau mengatakan, 'apakah semua hadits dalam sunan ini shahih?' Irnam Nasa'i menjawab "ada yang shahih, ada yang hasan dan ada yang mendekati keduanya”, Kemudian Amir kota Ramlah berkata lagi, “Dapatkan engkau memisahkan untukku hadits-hadits yang shahihnya saja?”. Kemudian beliau menulis kitab Sunan al-Sugra atau al-Mujtaba; yang merupakan sunan Nasa’i yang masyhur dan dikenal oleh kaum muslimin.
2. Syarat Imam Nasa'i
Imam Nasa’i dikenai sebagai Imam yang sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadits. Beliau sangat teliti dalam meriwayatkannya. Terlebih-lebih dalam kitab sunan assugranya ini, hingga ulama mengatakan: “Sesungguhnya posisi sunan sughra adalah setelah dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim), karena sunan nasa'i ini adalah sunan yang paling sedikit hadits dha'ifnya”. Meskipun demikian, dalam kitab sunan nasa'i ini tidak dikhususkan pada hadits-hadits shahih saja. Namun juga terdapat hadits shahih, hasan dan dha'if, walaupun jumlahnya sangat sedikit sekali
Imam Nasa’i dikenai sebagai Imam yang sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadits. Beliau sangat teliti dalam meriwayatkannya. Terlebih-lebih dalam kitab sunan assugranya ini, hingga ulama mengatakan: “Sesungguhnya posisi sunan sughra adalah setelah dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim), karena sunan nasa'i ini adalah sunan yang paling sedikit hadits dha'ifnya”. Meskipun demikian, dalam kitab sunan nasa'i ini tidak dikhususkan pada hadits-hadits shahih saja. Namun juga terdapat hadits shahih, hasan dan dha'if, walaupun jumlahnya sangat sedikit sekali
3. Metodologi Penyusunan
Adapun dari segi penyusunan, sebagaimana para Imam-Imam yang lain, Imam Nasa’i menyusunnya berdasarkan bab perbab di bawah kitab. Di bawah bab baru beliau mencantumkan hadits-hadits riwayat beliau yang berkaitan dengan bab tersebut.
Adapun dari segi penyusunan, sebagaimana para Imam-Imam yang lain, Imam Nasa’i menyusunnya berdasarkan bab perbab di bawah kitab. Di bawah bab baru beliau mencantumkan hadits-hadits riwayat beliau yang berkaitan dengan bab tersebut.
4. Jumlah hadits Sunan Nasa’i
Jumlah hadits sunan Nasa’i adaiah 5761 hadits. Ada yang menghitungnya berjumlah 5662 dan ada juga yang menghitungnya 5758.
Jumlah hadits sunan Nasa’i adaiah 5761 hadits. Ada yang menghitungnya berjumlah 5662 dan ada juga yang menghitungnya 5758.
5. Syarah Sunan Nasa’i
Sunan Nasa'i mendapatkan perhatian besar dari para ulama. Oleh karena itulah mereka mencoba untuk memberikan syarah bagi sunan ini. Diantara syarah-syarahnya adaiah:
a. Syarah Syekh Imam Jalaluddin Assuyuti. Beliau beri nama Zahrur Raby Alal Mujtaba. Syarah ini merupakan syarah yang ringkas namun lengkap.
b. Syarah Syekh Abi Hasan Muhammad bin Abdul Hadi al-Hanafi Assindi.
Kitab sunan Annasa'i banyak beredar, karena dicetak dan dibukukan. Salah satunya adalah Terbitan maktab al-Matbu'at al-Islamiyah tahun 1986. Kitab ini terdiri dari 8 jilid.
Sunan Nasa'i mendapatkan perhatian besar dari para ulama. Oleh karena itulah mereka mencoba untuk memberikan syarah bagi sunan ini. Diantara syarah-syarahnya adaiah:
a. Syarah Syekh Imam Jalaluddin Assuyuti. Beliau beri nama Zahrur Raby Alal Mujtaba. Syarah ini merupakan syarah yang ringkas namun lengkap.
b. Syarah Syekh Abi Hasan Muhammad bin Abdul Hadi al-Hanafi Assindi.
Kitab sunan Annasa'i banyak beredar, karena dicetak dan dibukukan. Salah satunya adalah Terbitan maktab al-Matbu'at al-Islamiyah tahun 1986. Kitab ini terdiri dari 8 jilid.
Keenam: Kitab Sunan Ibnu Majah
Sejarah Singkat Imam Ibnu Majah (209 - 273 H)
1. Nama Lengkap Beliau.
Beliau bernama lengkap, Imam Abu Abdullah bin Yazid bin Majah Arraba'i Al-Qazwini. Beliau di lahirkan pada tahun 209 H. Para ulama tidak menemukan sumber rujukan mengenai di mana beliau dilahirkan. Namun beliau tumbuh di Qazwin. Dan biasanya seseorang lahir di tempat tumbuhnya.
Sejarah Singkat Imam Ibnu Majah (209 - 273 H)
1. Nama Lengkap Beliau.
Beliau bernama lengkap, Imam Abu Abdullah bin Yazid bin Majah Arraba'i Al-Qazwini. Beliau di lahirkan pada tahun 209 H. Para ulama tidak menemukan sumber rujukan mengenai di mana beliau dilahirkan. Namun beliau tumbuh di Qazwin. Dan biasanya seseorang lahir di tempat tumbuhnya.
2. Pertumbuhan dan pengembaraan beliau
Beliau tumbuh sebagai seorang yang mencintai ilmu dan menyukai hadits. Selain belajar ditempatnya senditi, beliau juga mengembara ketempat-tempat lain untuk menuntut ilmu, diantaranya ke Iraq, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Bashrah, dsb.
Beliau tumbuh sebagai seorang yang mencintai ilmu dan menyukai hadits. Selain belajar ditempatnya senditi, beliau juga mengembara ketempat-tempat lain untuk menuntut ilmu, diantaranya ke Iraq, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Bashrah, dsb.
3. Para guru dan murid beliau
Diantara guru beliau adalah, Abu Bakar bin Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adam dsb. Adapun diantara murid-murid beliau adalah, Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu Tayib Ahmad bin Ruh al-baghdadi, Abul Hasan Ali bin Ibrahim Al-Qattan dsb.
Diantara guru beliau adalah, Abu Bakar bin Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adam dsb. Adapun diantara murid-murid beliau adalah, Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu Tayib Ahmad bin Ruh al-baghdadi, Abul Hasan Ali bin Ibrahim Al-Qattan dsb.
4. Pujian ulama terhadap dirinya
a. Abu Ya'la al-Khalili al-Qazwini, beliau mengatakan, “Ibnu Majah adalah seorang Syekh besar yang tsiqah yang disepakati ketsiqahannya, memiliki hujjah, memiliki ilmu yang luas dan banyak”.
b. Imam Dzahabi, beliau mengatakan, “Imam Ibnu Majah adalah 'hafidz’ pada masanya”.
a. Abu Ya'la al-Khalili al-Qazwini, beliau mengatakan, “Ibnu Majah adalah seorang Syekh besar yang tsiqah yang disepakati ketsiqahannya, memiliki hujjah, memiliki ilmu yang luas dan banyak”.
b. Imam Dzahabi, beliau mengatakan, “Imam Ibnu Majah adalah 'hafidz’ pada masanya”.
5. Wafat beliau
Imam Ibnu Majah meninggal dunia pada hari senin 23 Ramadhan 273 H.
Imam Ibnu Majah meninggal dunia pada hari senin 23 Ramadhan 273 H.
6. Karya-Karya beliau
Diantara karya-karya beliau adalah
a. Kitab Sunan (Sunan Ibnu Majah)
b. TafsirAI-Qur'anul Karim.
c. Kitabut Tarikh, dsb.
Sunan Ibnu Majah
1. Penulisan kitab Sunan Ibnu Majah
Masa yang dilalui oleh Imam Ibnu Majah, merupakan masa sedang bangkitnya ulama dalam menulis kitab-kitab sunnah. Di berbagai tempat di penjuru kekhilafahan, terdapat para ulama-ulama hadits yang menulis kitab haditsnya. Namun bersamaan dengan hal tersebut, daerah tempat beliau dibesarkan yaitu Qazwin, termasuk yang lemah dalam memproduksi kitab-kitab hadits. Dan ternyata Allah memberikan kecemerlangan terhadap Ibnu Majah sehingga beliau menjadi ulama hadits besar yang memiliki banyak karya. Salah satu karya monumentalnya adalah kitab Sunan Ibnu Majah.
Diantara karya-karya beliau adalah
a. Kitab Sunan (Sunan Ibnu Majah)
b. TafsirAI-Qur'anul Karim.
c. Kitabut Tarikh, dsb.
Sunan Ibnu Majah
1. Penulisan kitab Sunan Ibnu Majah
Masa yang dilalui oleh Imam Ibnu Majah, merupakan masa sedang bangkitnya ulama dalam menulis kitab-kitab sunnah. Di berbagai tempat di penjuru kekhilafahan, terdapat para ulama-ulama hadits yang menulis kitab haditsnya. Namun bersamaan dengan hal tersebut, daerah tempat beliau dibesarkan yaitu Qazwin, termasuk yang lemah dalam memproduksi kitab-kitab hadits. Dan ternyata Allah memberikan kecemerlangan terhadap Ibnu Majah sehingga beliau menjadi ulama hadits besar yang memiliki banyak karya. Salah satu karya monumentalnya adalah kitab Sunan Ibnu Majah.
2. Syarat Imam Ibnu Majah
Dalam menyusun kitab sunannya tersebut, Ibnu Majah tidak secara jelas menyatakan bahwa syarat-syarat beliau dalam memasukkan sebuah hadits adalah seperti ini. Namun para ulama dapat mempelajarinya dari kitab yang ditulisnya tersebut. Para ulama mangatakan bahwa syarat beliau adalah
a. Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam, kemudian ditambah dengan kitab zuhud dan tafsir.
b. Beliau terlihat berupaya keras untuk tidak mencantumkan hadits mursal yang tidak menyebutkan nama sahabat Rasulullah SAW. Meskipun ternyata hadits seperti ini juga didapati dalam kitab beliau, walaupun jumlahnya sangat sedikit, yaitu tidak lebih dan dua puluh hadits.
c. Beliau juga tidak secara khusus mensyaratkan keshahihan dalam kitabnya ini, sehingga dalam sunannya ini terdapat hadits hasan, dha'if dan rnunkar bahkan maudhu'. Para ulama menyebutkan bahwa sebagian besar hadits dalam sunannya adalah shahih dan hasan.
d. Beliau tidak menjelaskan hadits-hadits yang dha'if, munkar atau maudhu'.
Dalam menyusun kitab sunannya tersebut, Ibnu Majah tidak secara jelas menyatakan bahwa syarat-syarat beliau dalam memasukkan sebuah hadits adalah seperti ini. Namun para ulama dapat mempelajarinya dari kitab yang ditulisnya tersebut. Para ulama mangatakan bahwa syarat beliau adalah
a. Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam, kemudian ditambah dengan kitab zuhud dan tafsir.
b. Beliau terlihat berupaya keras untuk tidak mencantumkan hadits mursal yang tidak menyebutkan nama sahabat Rasulullah SAW. Meskipun ternyata hadits seperti ini juga didapati dalam kitab beliau, walaupun jumlahnya sangat sedikit, yaitu tidak lebih dan dua puluh hadits.
c. Beliau juga tidak secara khusus mensyaratkan keshahihan dalam kitabnya ini, sehingga dalam sunannya ini terdapat hadits hasan, dha'if dan rnunkar bahkan maudhu'. Para ulama menyebutkan bahwa sebagian besar hadits dalam sunannya adalah shahih dan hasan.
d. Beliau tidak menjelaskan hadits-hadits yang dha'if, munkar atau maudhu'.
3. Metodologi Penyusunan
Kitab beliau ini memilki keistimewaan mudah dalam pemaparannya, sehingga dapat mernberikan manfaat yang maksimal bagi kaum muslimin. Beliau menyusunnya berdasarkan bab fiqh. Sebagaimana kitab-kitab sunan yang lain, sunan Ibnu Majah menyusunnya berdasarkan kitab perkitab, kemudian di bawah kitab terdapat bab, dan di bawah bab beliau cantumkan hadits-hadits riwayat beliau yang berkaitan.
Kitab beliau ini memilki keistimewaan mudah dalam pemaparannya, sehingga dapat mernberikan manfaat yang maksimal bagi kaum muslimin. Beliau menyusunnya berdasarkan bab fiqh. Sebagaimana kitab-kitab sunan yang lain, sunan Ibnu Majah menyusunnya berdasarkan kitab perkitab, kemudian di bawah kitab terdapat bab, dan di bawah bab beliau cantumkan hadits-hadits riwayat beliau yang berkaitan.
4. Jumlah hadits
Jumlah hadits yang terdapat dalam sunan Ibnu Majah sekitar 4000 an hadits. Ada yang menghitungnva 4341 (Abd al-Baqi), ada juga yang menghitungnya 4397 (Al-A'dzami) dan ada juga yang menghitungnya 4333 hadits (komputer)
Jumlah hadits yang terdapat dalam sunan Ibnu Majah sekitar 4000 an hadits. Ada yang menghitungnva 4341 (Abd al-Baqi), ada juga yang menghitungnya 4397 (Al-A'dzami) dan ada juga yang menghitungnya 4333 hadits (komputer)
5. Syarah Sunan Ibnu Majah
Kitab Sunan Ibnu Majah mendapatkan perhatian dari para ulama, terbukti dengan banyaknya syarah yang mensyarahi kitab beliau, diantaranya adalah
a. Syarahnya Hafidzh Jalaluddin Assuyuti, dengan nama Misbahus Zujaj Ala Sunan Ibnu Majah. Kitab ini memberikan syarah dengan ringkas dan padat
b. Syarahnya Syekh Sindi, yang juga ringkas dan padat.
Dan kitab Sunan Ibnu Majah dicetak dan dibukukan serta banyak beredar baik diperpustakaan maupun ditoko-toko buku Islam. Kitab Sunan terdiri dari 2 jilid, dengan 1453 halaman.
Dikutip dari berbagai Sumber Mu’tabarah
Kitab Sunan Ibnu Majah mendapatkan perhatian dari para ulama, terbukti dengan banyaknya syarah yang mensyarahi kitab beliau, diantaranya adalah
a. Syarahnya Hafidzh Jalaluddin Assuyuti, dengan nama Misbahus Zujaj Ala Sunan Ibnu Majah. Kitab ini memberikan syarah dengan ringkas dan padat
b. Syarahnya Syekh Sindi, yang juga ringkas dan padat.
Dan kitab Sunan Ibnu Majah dicetak dan dibukukan serta banyak beredar baik diperpustakaan maupun ditoko-toko buku Islam. Kitab Sunan terdiri dari 2 jilid, dengan 1453 halaman.
Dikutip dari berbagai Sumber Mu’tabarah
Posting Komentar