HUMANIS DAN PLURALIS
DALAM PRESPEKTIF ISLAM
Refleksi Hari Sumpah Pemuda
Dr H Hasbullah Ahmad, MA
(Dosen Tafsir IAIN STS Jambi,
Owner Qur’an Hadis and Science School YPT Dar al-Masaleh Jambi)
PERAN PEMUDA DALAM AL-QUR’AN
Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda ummat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut. Berbeda halnya dengan orang yang sudah tua umurnya walaupun para orang tua ini melampaui mereka dari sisi kedewasaan dan pengalaman, hanya saja faktor kelemahan jasad -kebanyakannya- membuat mereka tidak mampu untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh para pemuda.
Beberapa ulama menggolongkan peranan pemuda Islam seperti di bawah ini :
1. Pemuda sebagai Generasi Penerus
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡهُمۡ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَيۡءٖۚ كُلُّ ٱمۡرِيِٕۢ بِمَا كَسَبَ رَهِينٞ ٢١
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka. (QS. Ath-Thur : 21)
2. Pemuda sebagai Generasi Pengganti
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ
Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya (QS. Al-Maidah : 54)
3. Pemuda Sebagai Generasi Pembaharu (Reformer)
إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ لِمَ تَعۡبُدُ مَا لَا يَسۡمَعُ وَلَا يُبۡصِرُ وَلَا يُغۡنِي عَنكَ شَيۡٔٗا ٤٢
Ingatlah ketika ia (Ibrahim-pen) berkata kepada bapaknya : “wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun” (QS. Maryam : 42)
HUMANIS DALAM ISLAM
Paradigma kemanusiaan (Humanis) merupakan lambang yang jelas dalam hukum-hukum al-Qur’an yang memiliki cakrawala yang mendunia dalam dakwah Islam. Maka sangat penting menggambarkan hukum-hukum yang berlaku secara spesifik dan kontekstual bagi disiplin kebenaran dan keadilan, tidak dipengaruhi oleh fanatisme kebangsaan yang sempit, etnik maupun keagamaan. Manusia di hadapan hukum memiliki hak yang sama, baik itu muslim maupun non muslim, karena nilai Islam adalah kebenaran dan keadilan, pemenuhan janji, penghormatan hak azasi kemanusiaan serta menjaga citra manusia dan menghormati substansinya.[1]
Islam memproklamirkan dasar kemuliaan dan hak-hak asasi manusia itu sejak empat belas abad silam. “Sesungguhnya telah kami muliakan anak turunan Adam”.[2] Dari kesempurnaan nikmat Allah, serta kemuliaan dan rahmatNya adalah memuliakan manusia, atau menjadikan bagi mereka kemuliaan, kesempurnaan dan keutamaan, bukan pada kemuliaan harta, dari akhlaq dan juga ciptaan, dianugerahkan pendengaran, penglihatan dan hati untuk berfikir dan memahami, diangkat karena keempurnaan akal yang dapat mengetahui hakikat setiap sesuatu.
Kemuliaan manusia yang diberikan Allah SWT juga dapat menunjukkan keahlian mereka dalam usaha pabrik, pertanian dan perdagangan, memahami bahasa-bahasa, berfikir untuk memanfaatkan sumber daya alam, merealisasikan kemampuan, berupaya menyempurnakan dunia dengan tinggi maupun rendah, dan apa yang ada di alam sebagai sarana transportasi serta menyempurnakan hidup yang berhubungan dengan agama dan dunia.
Nilai-nilai Islam tidak bersandar pada pragmatisme, sementara nilai-nilai kemanusiaan terabaikan, kecuali hanya sekedar mendasarkan pada kepentingan ekonomi, kerja dan kebaikan. Maka Islam sangat menjaga prinsip kemuliaan manusia (Humanisme) dalam situasi damai dan perang, maka tidak diperbolehkan menyiksa, menyakiti, membahayakan tanpa ada alasan yang membenarkan. Karena itu Islam tidak membuat keteladanan lewat pembunuhan, penipuan dan pengkhianatan, akan tetapi keteladanan yang dilahirkan dari keadilan. Maka janganlah kebencian kita terhadap suatu kaum mendorong kita untuk berlaku tidak adil, karena adil adalah jalan menuju ketaqwaan.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya memberi perlindungan dan memelihara keselamatan diri dan jiwa setiap manusia, membunuh seorang manusia diibaratkan sepeti membunuh seluruh manusia begitu juga sebaliknya, sebagai perwujudan kedamaian, keamanan dan ketentraman.[3]
Aturan-aturan tentang tentang pemeliharaan jiwa banyak terdapat dalam sumber-sumber ajaran Islam, karena Islam sangat memuliakan manusia, Allah SWT berfirman : Katakanlah:"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak,dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu memahami(nya).[4]
ISLAM MENGAKUI PLURALITAS
1. Tema Pluralitas Agama dalam al-Qur’an
a. Pluralitas Umat : Keragaman Umat Beragama
Keragaman atau pluralitas adalah suatu yang niscaya sebagai sunnatullah dalam kehidupan umat manusia, al-Qur’an tidak hanya menyoroti keragaman etnis dan golongan untuk saling mengenal[5], akan tetapi juga membincangkan manusia dari segi agama dan kepercayaan. Keragaman etnis, suku dan bahasa adalah termasuk pluralitas bawaan, sedangkan keragaman dari segi gagasan, pengetahuan, penagalaman dan lain-lain adalah termasuk pluralitas perolehan, sedangkan agama berada pada kedua pluralitas tersebut.[6]
Keragaman merupakan sunatullah, penciptaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, berbeda warna kulit dan juga bahasa agar saling mengenal dan memahami. Keragaman suku, golongan dan juga bahasa jangan menjadi pemicu perpecahan dan permusuhan, justru seharusnya dijadikan kekuatan dalam mewujudkan interaksi yang positif untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain.[7]
Secara eksplisit al-Qur’an, mengakui adanya keragaman dan sangat menjunjung tinggi kesamaan derajat manusia. Keragaman merupakan bagian tak terpisahkan dari penciptaan manusia. Karena tanpa keragaman tidak akan terjadi keseimbangan, watak dasar manusia yang beragam itulah, melahirkan pola hidup serta cara pandang yang beragam pula.
Al-Qur’an tidak hanya sekedar memberikan pengakuan eksistensi agama-agama yang ada, tapi juga memberikan adanya jaminan keselamatan bagi para penganut agama tersebut, asalkan mereka beriman kepada Allah, hari kiamat dan terus secara konsiten beramal shaleh.[8]
b. Kebebasan Beragama : Jaminan Kebebasan Menjalankan ajaran dalam beragama
Al-Qur’an memberikan jaminan yang sangat fundamental terhadap kebebasan beragama. Keberagamaan atau religiusitas adalah hasrat suci yang dimiliki masing-masing individu manusia sebagai fitrah. Penemuan rasa suci ini hanya akan menjadi maksimal bila ada jaminan kebebasan dalam beragama yang merupakan inti dari pluralitas. Tidak ada paksaan dalam beragama, karena sudah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat.[9]
Ayat al-Qur’an tentang kebebasan beragama atau tidak ada paksaan dalam beragama ini menjadi aturan dari sekian banyak aturan-aturan dalam Islam yang sempurna. Dan merupakan cara strategis dalam kehidupan politik dan masyarakat, yakni larangan memaksa orang lain untuk memeluk agama yang diyakini. Karena Agama adalah wilayah akal dan hati yang hanya dapat diatur oleh Allah, dan hidayah dalam keyakinan adalah merupakan anugerah Allah kepada sesiapa yang dikehendakinya.
c. Toleransi Beragama : Tenggang rasa terhadap penganut Agama yang berbeda.
Toleransi adalah sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.[10] Toleransi juga bermakna persoalan kebiasaan dan perasaan pribadi terhadap penganut agama lain, yang saling menghargai dan menghormati.[11] Toleransi terwujud dalam bentuk sikap dan prilaku terhadap penganut agama lain yang positif, bahkan al-Qur’an secara tegas melarang penghinaan terhadap para penyembah berhala sekalipun.[12]
[1]Wahbah al-Zuhayli, al-Qur’an Bunyatuhu, 133. Senada dengan itu juga Abu al ‘Ala al-Mawdudi, Human Rights, The West and Islam dalam Tahir Mahmood (ed), Human Rights in Islamic Law, (New Delhi: Institute of Objecyive Studies, 1993) 2-4, Menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak pokok yang diberikan Tuhan kepada setiap manusia tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada di antara sesama manusia, di mana hak tersebut tidak dapat dicabut oleh siapapun atau lembaga apapun, di antara hak asasi manusia menurut al-Mawdu>di> adalah pertama hak berasal dari Tuhan, kedua hak itu bersifat mendasar, ketiga hak itu bersifat umum yang diberikan kepada setiap manusia dan keempat hak itu bersifat tetap dan melekat pada diri manusia dan tidak bisa dicabut.
[2]QS al-Isra’ 17: 70
[3] Firman Allah QS al-Ma’idah 5:32 : مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي اْلأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ Artinya : “barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, ataubukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan menusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (keterangan-keterangan) yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”
[4]QS al- ‘An‘am, 6 : 151.
[5]Wahbah al-Zuh{ayli, Tafsir al-Munir, Juz 26, 579.
[7]Ayat yang menjadi landasan bahwa Pluralitas adalah Sunatullah, tercat dalam beberapa ayat al-Qur’an di antaranya adalah QS al-Hujurat 49:13 : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” Begitu pula dalam QS al-Rum 30:22 : ““Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”
[8]QS al-Ma’idah 5:69: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, S{abi’in dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
[9]QS al-Baqarah 2 : 256 : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
[10]Kementerian Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1066.
[12]Firman Allah dalam QS al-An‘am 6 : 108 : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Rabb mereka, mereka kembali, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
Posting Komentar